JAKARTA – Pupuk merupakan sarana produksi yang sudah menjadi bagian dalam kegiatan usaha tani. Karena itu untuk menjamin keberhasilan usaha tani, Kementerian Pertanian (Kementan) terus mewaspadai peredaran pupuk bersubsidi palsu.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy minta petani konsultasi ke penyuluh agar terhindar dari penggunaan pupuk palsu. Menurutnya, konsultasi jadi upaya agar petani tidak mengalami kekhawatiran gagal panen akibat beredarnya pupuk dan pestisida palsu.
“Meskipun oknumnya sudah ada yang diproses hukum, namun petani perlu waspada terhadap pupuk palsu. Kalau tidak, bisa-bisa mengalami gagal panen,” ujar Sarwo Edhy, Selasa (3/3).
Dikatakannya, beredarnya pupuk palsu yang tidak sesuai dengan standar komponen ditetapkan Kementan akan berdampak pada pertumbuhan tanaman.
Sarwo Edhy mengungkapkan, pihaknya menemukan beberapa jenis modus pelanggaran pupuk. Di antaranya mengedarkan pupuk tidak sesuai izin, mutu dan efektivitas, mengedarkan pupuk tidak sesuai dengan kemasan, mengedarkan pupuk yang sudah habis izin edarnya dan menambahkan unsur berbahaya (B3) tanpa melakukan izin terkait unsur tersebut.
“Ada juga yang menggunakan nomor izin edar produsen lain, menggunakan merk produsen lain, logo ditambah ataupun dimiripkan dengan logo pupuk lain (tidak sesuai dengan yang didaftarkan) dan mengganti merk tidak sesuai dengan yang didaftarkan,” tuturnya.
Kasus peredaran pupuk palsu di Jawa Tengah, ungkap Sarwo Edhy, oknumnya sudah ditangkap. Ia memaparkan bahwa hal itu merupakan kasus perorangan dengan membuat ramuan sendiri.
“Dampak dari pupuk palsu tersebut menimbulkan kematian pada tanaman. Akhirnya banyak petani mengalami kerugian. Untuk menghindari beredarnya pupuk palsu, kami telah mewajibkan produsen melakukan monitoring terhadap kios/binaan distributor masing-masing, kaitannya dengan produk tersebut,” tegasnya.
Terbongkarnya sindikat pupuk palsu di Jawa Tengah berawal dari kecurigaan Ngatijan, petani asal Trucuk, Klaten. Dia awalnya curiga dengan pupuk bersubsidi yang dibelinya. Pupuk jenis phonska yang dibeli, berbeda dengan pupuk bersubsidi dari pemerintah.
“Kalau kena tangan, warna pupuknya itu menempel di tangan dan sulit dihilangkan. Padahal pupuk yang asli, dicuci pake air saja sudah langsung bersih,” katanya.
Selain itu, ciri-ciri lain yang membedakan, jika pupuk palsu tersebut dicampur dengan urea, maka akan cepat padat. Padahal kalau pupuk yang asli, tercampur seharian itu masih bisa ditabur, kalau yang palsu cepat padat dan tidak bisa ditabur.
“Saya beli 18 karung, dengan harga Rp 120.000 per karungnya. Di tanaman itu ada pengaruhnya, malah tanaman jadi kerdil dan daunnya kering,” terangnya.
Polda Jawa Tengah membongkar peredaran pupuk ilegal di Dukuh Pule, Desa Gedong, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. Polisi menyita sedikitnya 10 ribu sak pupuk palsu Phonska serta mengamankan 6 orang tersangka.
Kapolda Jateng Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengatakan, pabrik pupuk palsu tersebut diperkirakan sudah beroperasi selama 5 tahun terakhir. Dalam sebulan omzet rata-rata mencapai Rp1,2 miliar.
“Jadi terbongkarnya pabrik pupuk palsu bersubsidi ini bermula dari temuan petani di Desa Planggu Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Pupuk yang dipalsu merek NPK-PHONSKA buatan PT Petrokimia Gresik,” ujar Kapolda Rycko Amelza Dahniel.
Menurut Kapolda, petugas telah mengamankan sejumlah terseangka dan barang bukti. Petani yang tertipu pupuk NPK-PHONSKA, lanjut dia, juga telah melaporkan ke Polres Klaten.
Rycko menyampaikan, berdasarkan hasil penyelidikan, petugas menemukan lokasi pabrik pupuk palsu di Wonogiri Jawa Tengah dan Gunung Kidul, Yogyakarta. Setelah pengembangan, petugas langsung melakukan penggerebekan di 7 pabrik pembuatan pupuk palsu. 4 pabrik berlokasi di Kabupaten Wonogiri dan sisanya di wilayah Gunung Kidul.
“Di Wonogiri kita temukan 4 pabrik, di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri dan 3 pabrik lokasinya di Kecamatan Gunung Kidul, Yogyakarta,” katanya.
Menurut Kapolda, pupuk palsu yang dijual tersebut terbuat dari bahan-bahan seperti kaolin, kalsit, baras dan cairan mikroba. Sedangkan di Gunung Kidul, pupuk dicampur dengan kotoran kelelawar agar tercipta aroma pupuk asli.
“Pupuk palsu ini kalau kita pegang lengket di tangan, mudah hancur, dan tanaman tidak berkembang. Selain itu jahitan sak tempat pupuk tidak rapi dan cetakan sablonnya mudah luntur,” pungkasnya.(*)