Miss Trouble Saraswati Terus Menghantui Tangsel

oleh -478 views

TANGERANG SELATAN – Suhu Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) 2020 terasa sangat terik. Beragam isu dimunculkan hingga membuat suasana keruh. Kontennya beragam, mulai isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), SARA, hingga karakter kepemimpinan. Pemicunya sikap kontroversi Calon Wakil Walikota Tangsel Rahayu Saraswati. Sikap ini akan menghantui Tangsel selama 5 tahun ke depan.

Pilkada Tangsel periode sebelumnya terasa lebih sejuk. Para Paslon bersaing sehat melalui narasi adu program. Namun, petanya kini berubah seiring bergabungnya Saraswati bersama Muhamad di Pilkada Tangsel 2020 dan diberi nomor urut 1. Salah satu isu yang sangat menarik perhatian adalah LGBT. Sebab, Saraswati merupakan salah satu pendukung usulan legalisasi LGBT. Padahal, perilaku LGBT itu sangat bertentangan dengan niai Pancasila, ilegal dan merusak.

Semakin panas, isu SARA pun ikut bergulir. Isu SARA yang digulirkan berpotensi memecah belah rasa persatuan masyarakat Tangsel. Muaranya, tentu kualitas demokrasi mengalami degradasi dan semakin tidak sehat. Penegasan politik SARA bahkan sudah ditegaskan oleh Jaring Aktivis Reformasi Indonesia (JARI) 98. Ketua Presidium JARI Willy Prakasa mengatakan, politik isu SARA itu haram.

“Kami mengharamkan politik SARA. Tidak baik menggunakan agama atau kesukuan untuk menjadi tema kampanye. Masyarakat Tangsel memiliki ketajaman analisis, sangat rasional, dan menjunjung tinggi nilai persaudaraan dalam bingkai NKRI,” kata Willy.

Lebih lanjut, isu karakter kepemimpinan juga mencuat. Apalagi, Saraswati memiliki indikasi model pemimpin represif. Indikasinya adalah sikap reaktif Saraswati dalam merespon sikap kritis para netizen yang mengunggah koleksi foto masa lalunya. Ada opini, gaya kepemimpinan represif ini lebih menyeramkan dari otoriter. Gaya kepemimpinan represif selalu berusaha memunculkan ketakukan dalam grass root. Caranya, memberikan tekanan dan ancaman.

Beragam isu yang muncul, diprediksi membuat kepercayaan publik Tangsel turun. Pengamat Politik Forum Literasi Demokrasi (FLD) Erwin Simbolon memaparkan, dinamika politik Pilkada Tangsel 2020 turun kelas. Sebab, gelaran pilkada lebih terkesan bersifat pribadi. Aktivitas saling serang melalui media sosial dinilai sudah tidak layak.

“Kami melihat proses Pilkada Tangsel kali ini turun kelas dan sangat tidak mendidik. Tangsel sebenarnya kota yang modern dan cerdas, tapi pilkadanya malah tidak menarik. Bukannya adu ide yang bagus, tapi malah saling serang terkait personal kandidat,” papar Erwin.(***)

No More Posts Available.

No more pages to load.