JAKARTA – Kementerian Pertanian menekankan insan pertanian untuk siap menghadapi perubahan iklim. Salah satu strategi yang dikedepankan Kementan adalah memaksimalkan Smart Farming. Untuk itu, perubahan sistem pertanian tradisional ke modern wajib untuk dilakukan.
Salah upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah melakukan penguatan kapasitas SDM pertanian. Melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementan melaksanakan pelatihan Smart Farming bagi petani milenial di BBPP Binuang, 30 Maret – 6 April 2022.
Pelatihan bertujuan meningkatkan kompetensi dan wawasan petani milenial. Sehingga para petani milenial mampu menerapkan teknologi smart farming dan mengakses kredit usaha rakyat (KUR) yang berada di wilayah program READSI.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan, penerapan Smart Farming untuk menghadapi tantangan perubahan iklim tidak bisa dilakukan dengan cara-cara klasik.
Tapi, harus dengan metode yang lebih modern salah satunya smart farming, karena perkembangan kedepannya yang membuat lahan semakin sempit, jumlah penduduk semakin besar dan lainnya mengharuskan penggunaan teknologi yang smart.
“Kemudian, digitalisasi pertanian menjadi efektif dan penggunaan mekanisasi semakin maju sehingga produksi terus meningkat dengan kualitas yang tinggi dan pendapatan petani semakin naik,” jelas Mentan Syahrul.
Menurutnya, kemajuan pertanian turut didukung generasi milenial karena memiliki semangat berinovasi yang tinggi untuk melakukan cara-cara yang baru terhadap penanganan pertanian yang maju, mandiri, dan modern.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, saat pembukaan Pelatihan smart farming angkatan 3 di BBPP Binuang, Rabu (30/3), secara virtual.
Dedi mengatakan, pertanian modern dengan teknologi smart farming, akan membantu pencapaian tujuan pembangunan pertanian.
“Tujuan pembangunan pertanian yaitu mendongkrak produktivitas, kualitas, dan efisiensi pertanian,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa yang mendongkrak produktivitas adalah insan pertanian yaitu penyuluh pertanian dan juga stakeholder pertanian.
“Dalam kondisi perubahan iklim dan kondisi kita yang masih dihantam pandemi Covid-19, produktivitas dan produksi pertanian tidak boleh berkurang. Sebaliknya, harus terus meningkat,” kata Dedi.
Karena itu, implementasi smart farming dan digitalisasi pertanian menggunakan Internet of Things (IoT) harus segera dilaksanakan guna meningkatkan agenda intelektual seluruh stakeholder pertanian.
“Smart farming memungkinkan petani memiliki kontrol yang lebih baik terhadap proses produksi, melalui pengelolaan pertanaman dan ternak yang baik dan efisien,” tambah Dedi.
Dedi menambahkan smart farming adalah pemanfaatan produk bioteknologi, antara lainnya di dalamnya ada pemupukan berimbang, penggunaan varietas yang berproduksi tinggi, mekanisasi pertanian, dan pemanfaatan IoT.
“Dengan pemupukan berimbang, kita bisa mengurai polemik harga pupuk kimia yang harganya naik dan penggunaan pupuk organik meningkat sehingga produksi lebih tinggi. Penerapan teknologi IoT merupakan terobosan yang dapat menjadikan produksi pertanian lebih efektif dan berkelanjutan,” jelas Dedi.
Pelatihan smart farming bagi Petani Milenial penting sebagai salah satu upaya mencetak pelaku utama dan pelaku usaha sektor pertanian yang unggul dan adaptif, menguasai dan menerapkan teknologi dalam usahatani.
Pengembangan smart farming bagi Petani Milenial dilaksanakan secara berkelanjutan melalui kegiatan pendampingan pasca pelatihan, untuk memastikan implementasi oleh peserta pelatihan dan tercapainya tujuan utama dalam menghasilkan usaha agribisnis modern berbasis smart farming.
Program READSI bekerjasama dengan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang melaksanakan “Pelatihan Smart Farming bagi Petani Milenial Program READSI Angkatan lII dengan jumlah 30 peserta” di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Binuang.
Kepala Pusat Pelatihan Pertanian BPPSDMP Kementan, Leli Nuryati, mengatakan di era pandemi Covid-19 banyak tantangan yang perlu hadapi dan juga perlu kebijakan pembangunan pertanian di era digital.
“Situasi saat ini tidak menentu. Oleh karenanya, kita harus memanfaatkan teknologi pertanian bagi petani milenial sehingga dapat berkembang dan dapat bekerjasama dengan swasta dalam suplai hasil pertanian serta petani juga harus mudah memperoleh modal melalui KUR,” katanya.
Smart farming adalah sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kualitas dan kuantitas, memberikan efisiensi biaya dan waktu produksi, serta mitigasi iklim melalui penggunaan sumber daya alam secara bijak.
Perwakilan IFAD, Nicholas Syed, memberikan apresiasi pada Kementan. Karena, READSI merupakan project IFAD yang performanya memuaskan di Indonesia.
“Pelatihan untuk Milenial, dalam hal ini smart farming, menjadi sangat penting dalam hal proses modernisasi pertanian di Indonesia. Climate Change menjadi isu global yang petani milenial dapat ikut serta dalam menanggulanginya, selain pelatihan smart farming, yang tidak kalah penting adalah pelatihan climate smart farming,” katanya.
Dijelaskannya, pelatihan dalam kelas dan luar kelas penting dilakukan. Terutama praktek langsung yang selama ini sudah dilakukan project project yang di funding IFAD yaitu READSI, YESS, SIMURP dan IPDMIP.
“Petani Milenial mempunyai peran penting pada masa depan pertanian tidak hanya untuk Indonesia juga dunia
Di akhir speech-nya, Nicholas memberikan selamat berlatih pada para peserta.
“We would love to learn from you,” kata Nicholas.