SELONG – Desa Tete Batu, Kecamatan Sikur, Lombok Timur mewakili Indonesia di ajang Best Tourism Village (BTV) yang digelar United Nation World Tourism organization (UNWTO). Menurut Taufan Rahmadi , Pemerhati Pariwisata Nasional yang sekaligus PIC yang ditunjuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno untuk mengawal proses perjuangan Desa Tete Batu menuju Best Tourism Village 2021, ada tujuh alasan mengapa desa tersebut terpilih mewakili Indonesia sebagai kandidat desa wisata terbaik dunia.
Pertama, kata dia, hutan Tete Batu selatan Rinjani berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Hutan tropis Tete Batu, kata Taufan, membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer. “Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer diyakini berpengaruh terhadap perubahan iklim melalui pemanasan global. Oleh karena itu, hutan hujan Tete Batu memiliki peran penting dalam mengatasi pemanasan global hari ini. Selain itu, hutan selatan Rinjani di Tete Batu merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik nasional,” kataTaufan dalam keterangan resminya, Senin (2/8/2021).
Kedua, kata dia, perdamaian dunia. Desa Tete Batu berdampak positif pada tonggak awal perdamaian dunia dalam konteks saling pengertian, dan toleransi di desa-desa pedalaman. Kemunculan ini setidaknya dimulai dengan Desa Tete Batu yang telah menjadi desa wisata sejak tahun 1930 hingga sekarang. “Tentu saja, melihat keragaman berbagai suku, agama, budaya, dan latar belakang pengunjung di seluruh dunia berpotensi menjadi ancaman terutama daerah pedesaan,” ujar Taufan. Oleh karena itu, dengan representasi desa wisata Tete Batu, membuka transformasi inklusivitas universal perdamaian dan kerukunan internasional dalam konteks daerah pedalaman.
Ketiga, pergeseran paradigma lokal dalam hal pariwisata negatif. Masyarakat pedesaan di hampir seluruh pulau Nusantara mendiskreditkan posisi perempuan yang bekerja di sektor pariwisata. “Keberadaan mereka tidak diterima dengan baik oleh masyarakat jika mereka sudah bekerja di sektor pariwisata,” papar Taufan. Maka, biasanya mereka akan menjadi keluarga yang terbuang dan dipojokkan oleh lingkungannya sendiri. “Paradigma ini kemudian dilawan dengan keberadaan desa wisata Tete batu yang mulai memperkenalkan dan mempromosikan nilai-nilai inti pariwisata yang melibatkan tokoh agama, budaya, tokoh masyarakat setempat untuk mengatur kesetaraan individu, hak, dan kesempatan yang sama dalam kesetaraan gender. Dengan demikian, perempuan berperan sangat penting dalam pembangunan desa Tete Batu,” katanya.
Keempat, keaslian desa. Keindahan bentang alam, perkebunan, pertanian, peternakan, perbukitan, air terjun, budaya, seni dan tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi paduan nilai yang sangat tinggi untuk dilestarikan, dijaga dan dirawat dengan langkah awal pelibatan masyarakat. “Dalam aspek ini, masyarakat sangat ramah dan terbuka terhadap pengunjung. Layanan inilah yang kemudian menjadi nilai tambah yang membuat pengunjung nyaman dan aman,” tutur dia. Alhasil, tak sedikit tamu yang menjadikan tuan rumah sebagai ayah atau ibu angkatnya sendiri di Tete batu dan sering Kembali berkunjung.
Kelima, salah satu pelopor desa wisata di kawasan timur Indonesia. Tak jarang kemudian pengunjung mengatakan Tete batu adalah Ubud kedua yang dulu ada. Perbedaan yang paling dominan adalah keberadaan seni dan kultur masyarakat setempat. “Namun dalam konteks subtansi tradisi pedesaan dan alam memiliki karakteristik yang sama. Sejak kedatangan dr. Soedjono di Tete batu pada tahun 1920, Tete Batu telah menjadi rumah bagi pengunjung dari seluruh dunia di Lombok yang difasilitasi Soedjono,” tuturnya. Berawal dari aktivitas pengunjung Tete batu yang menjadi cikal bakal desa Tete batu diperhatikan dan memotivasi perkembangan desa wisata lainnya di kawasan timur Indonesia sebagai daerah eksplorasi lanjutan.
Keenam, memiliki pendidikan anak usia dini (sekolah PAUD pariwisata). Menariknya, Tete Batu memiliki PAUD pariwisata (taman kanak-kanak), di mana seluruh rangkaian kegiatan mengenalkan lingkungan, budaya, dan toleransi telah diperkenalkan sejak dini. Kegiatan ini jarang dilakukan oleh kebanyakan desa wisata pedalaman lainnya. “Lingkungan ini kemudian membentuk kepribadian anak-anak yang inklusif terhadap kemajuan pariwisata secara universal. Hal ini juga sering sebagai lokus pemahaman lintas budaya (cross culture understanding),” papar dia.
Keterlibatan baik pengunjung maupun anak-anak dari keluarga pengunjung internasional seringkali memilih tempat ini untuk menitipkan anak-anaknya untuk belajar aktivitas sehari-hari dan menjadi lingkungan bermain bersama. Tinjauan ini setidaknya Tete batu yang berada pada desa pedalaman, telah menyematkan destinasi ramah anak dan keluarga sehingga memberikan rasa aman dan nyaman pada pengunjung internasional.
Terakhir, kehidupan lokal yang harmonis (lingkungan, economy, social-culture). Suasana desa yang damai sangat ideal bagi pengunjung yang ingin beristirahat dan bersantai mencari ketenangan. Sungai yang terbentuk di kaki gunung Rinjani memberikan energi positif bagi pikiran dan motivasi hidup serta melakukan aktivitas selanjutnya. Hal ini didukung pula oleh keseimbangan kearifan lokal. “Kesetaraan gender, rantai penggerak ekonomi lokal, sosial budaya, dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Potensi inilah yang kemudian dibentuk menjadi wisata berbasis masyarakat Tetebatu untuk merasakan pengalaman hidup di pedesaan bersama penduduk lokal Tetebatu dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal,” ujar Taufan.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur H. Muhammad Juaini Taofik menyampaikan terima kasihnya kepada Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lombok Timur atas upaya mempersiapkan berbagai dokumen dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk mengikuti ajang tersebut. Hal itu disampaikan Sekda pada Temu Pers terkait ditunjuknya Tete Batu Mewakili Indonesia dalam ajang BTV UNWTO tahun 2021, yang berlangsung Senin (2/8/2021).
Dijelaskan Juaini, dari 75 ribu desa yang ada di Indonesia, terpilihnya Tete Batu mewakili Indonesia tentunya menjadi kebanggan bagi Lombok Timur. Momentum ini akan membawa pariwisata NTB, khususnya Lombok Timur ke kancah Internasional. Karena itu Sekda berharap dukungan semua pihak, termasuk media Lombok Timur untuk suksesnya Tete Batu di ajang tersebut.
Tokoh pariwisata nasional asal NTB, Taufan Rahmadi yang juga hadir dalam acara tersebut menambahkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menetapkan Tete Batu pada prioritas A hal ini didasarkan pada konfirmasi yang diberikan oleh Bapak Vinsen Jamadu selaku Deputi Destinasi dan Infrastruktur, Dijelaskannya sebuah negara memiliki kesempatan untuk mencalonkan sampai dengan tiga desa wisata. Sampai saat ini baru Tete Batu yang sudah ditetapkan sebagai wakil Indonesia, sementara calon lainnya masih dipersiapkan. Diajukannya Tete Batu ini diyakini akan berdampak terhadap desa-desa lainnya di Lombok Timur, termasuk di NTB.
Sementara itu, Ketua Unsur Penentu Kebijakan BPPD Lotim Muhammad Nursandi menyampaikan pengajuan Tete Batu ini menjadi bagian dari program kerja BPPD Lombok Timur dalam 30 hari pertama periode jabatannya. Upaya ini juga untuk mengejar ketertinggalan pariwisata Lombok Timur yang dinilai mengalami pertumbuhan yang cukup lambat. Ia menyebut masih banyak hal yang harus dipersiapkan sebagai kelengkapan, sehingga dukungan semua pihak sangat dibutuhkan.
Tete Batu dipilih mengingat keberadaannya sebagai salah satu desa wisata tua yang dikenal luas, bahkan sejak dekade 60-an. Pertumbuhan desa wisata juga berawal dari Tete Batu.
Temu Pers yang berlangsung di Rupatama 1 Kantor Bupati Lotim tersebut dihadiri pula Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur. Pemenang BTV UNWTO 2021 akan diumumkan pada sidang umum PBB oktober 2021.