ATAMBUA – Malam Grand Final Festival Paduan Suara Gerejawi Indonesia-Timor Leste 2019, Sabtu 23 November 2019, di Plaza Pelayanan Publik Atambua, berlangsung meriah. Selain lantunan merdu dari 17 tim finalis, puncak acara juga menampilkan tarian khas Belu, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya Tari Likurai.
Tari Likurai ditampilkan sebagai simbol penghormatan kepada tamu yang datang ke Kabupaten Belu. Di masa lalu, Tari Likurai juga digunakan untuk menyambut para pejuang yang pulang dari medan perang. Tari Likurai pun biasa dilaksanakan pada saat panen raya sebagai wujud rasa syukur.
Di Plaza Pelayanan Atambua, Tari Likurai Kreasi dibawakan 12 penari dari Sanggar Aa Bere Tallo. Mereka tampil dihadapan sejumlah tamu VIP seperti Dubes RI untuk Timor Leste Sahat Sitorus, dan Wakil Bupati Belu Ose Luan. Sedangkan Kemenparekraf diwakili Kasubbid Area II Regional III Kemenparekraf Herbin Saragi.
Wakil Bupati Belu Ose Luan mengaku sangat senang Kemenparekraf menggelar festival ini di wilayah Belu.
“Kegiatan ini patut disyukuri buat kita di Atambua, Beli. Dari babak penyisihan sampai acara puncak atau grand final, semua berjalan lancar. Saya sangat bersyukur kegiatan sebesar ini bisa hadir di Atambua,” paparnya.
Wabup Ose Luan menambahkan, Timor yang kecil dan sedang panas ini diberikan kesejukan melalui festival ini. “Sebuah sajian yang luar biasa. Malam ini, lebih dari lomba. Kita memuji dan membesarkan nama Tuhan,” tutur Ose Luan.
Babak Grand Final Festival Paduan Suara Gerejawi Indonesia-Timor Leste 2019 diikuti 17 tim. 6 Tim diantaranya berasal dari negara tetangga Timor Leste. Terdiri dari Coro Maria Auxiliadora Comoro, Coro Paroquia Sao Jose Aimutin, Kor St Arnoldus Yansen, Coral Nossa Senhora Do Carmo Catedral Dili, Paroki Nossa Senhora Do Rosario Oecusee, dan Paroki Sao Miguel Aveango Padiae.
Mereka bersaing dengan 11 tim paduan suara asal Indonesia. Terdiri dari Holy Spirit, Voka Aruditans, Vocalista Bella, Laudate Choir Unimor, PS Cantata Badarai, Santa Maria Regina Caeli, Katrot Silawan Choirs, dan Magnificat Choir. Serta Vincenzo Singers, OMK STA Theresia Kefamenanu, dan SMAN Pantura.
Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenparekraf Muh Ricky Fauziyani membenarkan jika event ini lebih dari lomba paduan suara.
“Seluruh peserta tampil dalam balutan kain khas daerah masing-masing yang mereka kreasikan dengan indah. Ada juga yang tampil menggunakan pakaian tradisional. Festival ini layaknya peragaan busana. Ditambah lagi seluruh peserta tampil sangat menghibur,” paparnya.
Sementara Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenparekraf Rizki Handayani memberikan acungan jempol atas totalitas peserta.
“Kita lihat sambutannya sangat positif. Karena ternyata pesertanya tidak hanya dari Belu atau Atambua saja. Ada peserta daei Kupang, Maliana, Dili, Oecusee. Kita akan pertimbangkan untuk menghadirkan event ini lebih baik lagi. Dengan kemasan yang lebih menarik. Sehingga peserta bisa jauh lebih banyak, termasuk dari Timor Leste,” papar Rizki.(***)