Dialektika ‘Sejarah’ Melayu dalam Frame Monolog

oleh -2,789 views

BATAM – Budaya Melayu diklaim tidak mengenal monolog. Di dalam masanya, modernisasi akhirnya memunculkan metamorfosa. Bagian sastra lama Melayu ini pun tampil lebih kekinian menjadi monolog. Pilar budaya ‘baru’ ini semakin menguatkan diversitas Kenduri Seni Melayu (KSM) 2018, 1-3 November.

Intonasi suara, ekspresi, dan gestur pun menjadi paket terbaik Monolog Laksmana Bentan. Episode yang ditampilkannya Megat Sri Rama. Panggung besarnya KSM 2018 di Lapangan Engku Putri, Batam Center, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Monolog ini jadi rasa baru diantara banyaknya tarian dan dendang lagu Melayu yang disajikan KSM 2018, Jumat (2/11) malam.

“Saya tampilkan monolog sebagai warna baru sastra dan budaya Melayu. Sebab, Melayu tidak megenal monolog. Hanya saja, pekerjaan monolog ini memang ada. Monolog versi lama Melayu itu ditampilkan melalui mendongeng,” ungkap Sastrawan Melayu asal Batam, Samson Rambah Pasir.

Sebelum sastra tulis berkembang, budaya Melayu sudah mengenal sastra lisan. Sastra lisan berkembang dalam budaya mendongeng dan legenda. Beberapa cerita pun berkembang menurut strata sosial. Bagi kalangan bangsawan, angle cerita berkiblat kepada sultan. Contohnya, Sultan Mangkat Dijulang. Untuk rakyat jelata, inspirasi diadopsi dari konsep laksmana. Seperti, monolog Laksmana Bentan versi Samson.

“Mendongeng itu sastra lisan. Sastra ini sudah ada sejak dahulu di dalam masyarakat Melayu. Obyek dari angle ceritanya adalah sultan dan laksama. Itu jadi representasi penguasa dan rakyat. Yang jelas, budaya Melayu ini melahirkan banyak versi karya sastra,” terangnya.

Sedikit bergeser dari konteks, Melayu juga mengenalkan konsep sastra lama dan baru. Gurindam, syair, pantun, dan bercerita menjadi deret sastra lama. Warna baru sastra Melayu ditampilkan dalam konsep seperti roman hingga cerpen. Samson menambahkan, monolog menjadi media untuk menyampaikan tradisi dalam konsep kekinian.

“Hampir semua produk sastra berkembang di Batam. Baik itu sastra lama dan modern. Monolog ini jadi sastra modern yang ingin menyampaikan tradisi. Konsepnya lebih kekinian, tapi rohnya tidak berubah. Ini bisa dilihat dari alur cerita yang disampaikan,” lanjut Samson.

Mengacu monolog versi Laksmana Bentan-Megat Sri Rama, ada dua bagian penting yang ditampilkan. Monolog akan diawali sebuah pengantar cerita. Pengantar ini langsung merujuk pada tokoh yang akan ditampilkan. Berikutnya, monolog masuk dalam inti cerita. Ceritanya biasanya mengandung unsur inti konflik, penyelesaian konflik, dan ending. Untuk ending bisa sedih ataupun gembira.

“Monolog ini sangat dipengaruhi oleh mood. Malam ini (Jumat, 2/11), mood saya dapat. Monolog khas Melayu ini tetap menampilkan senandung syair. Ada juga gerakan silat hingga ilustrasi darah. Ini semua untuk menguatkan alur cerita yang dibangun,” jelasnya lagi.

Ditampilkan dalam durasi 15 menit, Laksmana Bentan-Megat Sri Rama tampil memikat. Cerita yang diangkat tentang perjuangan satria dari Bentan yang merantau ke Kota Tinggi di Johor. Bentan ini jadi sebutan untuk wilayah Bintan. Karena kehebatannya, dia berhasil menumpas perompak dan diangkat jadi laksmana lalu menikahi Wan Anom. Tinggal di Mersing, Wan Anom figur yang diselamatkannya.

Konflik muncul dan diawali dari buah nangka persembahan bagi sultan. Hamil muda dan ngidam, Wan Anom minta sebutir nangka untuk sultan lalu memakannya. Sultan pun murka. Ditambahi hasutan dari Tun Bija Ali, Wan Anom lalu dibunuhnya. Laksmana Bentan pun marah, lalu menghabisi sultan. Samson menerangkan, cerita ini riil ada dalam kehidupan masyarakat di wilayah Kepulauan Riau.

“Sebelum ada konsep negara, wilayah ini masuk Kasultanan Johor. Bintan ini dahulu disebut sebagai Bentan. Cerita ini nyata bahkan dahulu warga Bentan yang ke Johor akan muntah darah. Itu terbukti. Kutukan ini diberikan sultan dan berlaku 7 keturunan. Tapi, sekarang sudah tidak berlaku. Makanya, saya tampilkan kisah ini dalam monolog di KSM,” tegasnya.

Kekuatan budaya Melayu memang menjadi komoditi utama KSM 2018. Beragam budaya Melayu pun ditampilkan oleh berbagai suku bangsa. Budayawan Brunei Darussalam Kris Karmila contohnya. Kris ini membawakan lagu dan syair Melayu. Ada juga tarian khas yang dibawakan mahasiswa India. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengungkapkan, KSM 2018 sebagai situs budaya Melayu besar.

“KSM ini situs budaya yang sangat besar. Budaya Melayu ditampilkan dengan berbagai versi. Di situ ada banyak pengetahuan yang sangat menginspirasi. Meski demikian, KSM juga tetap terbuka bagi warna budaya lain. Inilah KSM. Inilah Batam. Salah satu destinasi terbaik di dunia,” tutup Menteri yang sukses membawa Kemenpar No. 1 dan jadi #TheBestMinistryTourism2018 se-Asia Pasifik di Bangkok. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.