JAKARTA – Tinggal selangkah lagi, devisa yang disumbangkan sektor pariwisata Indonesia bakal menembus angka psikologis USD 20M. Tahun 2018, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat USD 19,29 M, tidak sampai USD 1M lagi sudah menyentuh target USD 20M. Trend perolehan devisa semakin meyakinkan, bahwa sector inilah yang bakal membuat Indonesia berjaya di masa depan.
Dari sisi jumlah wisman, BPS menyebutkan, 15,8 juta wisman masuk ke Indonesia. Lalu, BPS juga mengumumkan Average Spending Per Arrival juga naik di angka USD 1.220 per visit. Istilahnya PPK, pengeluaran per kunjungan. Maka jika dikalikan dengan jumlah wisman, sudah ketemu di angka USD 19,29 M.
Apa kata Menpar Arief Yahya? “Kalau saya optimis, dari dulu ketika kunjungan wisman ke Indonesia masih 9,4 juta tahun 2014, saya sangat yakin. Saya bisa membayangkan! Ketika bisa membayangkan, maka pasti bisa mewujudkannya! If you can imagine, you can achieve it,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, di arena Rakornas III tahun 2019 di PIK, Jakarta.
Maka tahun 2015 naik menjadi 10,4 juta, lalu naik lagi 12 juta di tahun 2016. Naik lagi 14 juta di 2017 dan 15,8 juta tahun 2018. Trend kenaikan yang konsisten dari tahun ke tahun itulah yang dibaca oleh para pelaku bisnis. “Ingat proyeksi itu jauh lebih penting dari performance. Kita masih bisa jauh berkembang, karena angka itu masih mengandalkan 3 greaters, Bali, Jakarta dan Kepri, dengan komposisi 90%. Daerah lain se Indonesia jika dikumpulkan hanya 10% saja,” kata Arief Yahya.
Karena itu, percepatan pengembangan 10 Bali Baru dan 5 Destinasi Super Prioritas itu akan membawa harapan baru pariwisata ke depan. Apalagi setelah mengikuti Rakornas III 2019 yang dilangsungkan 10-11 September 2019 di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, yang lintas Kementerian dan lembaga, dengan tema 5 Destinasi Super Prioritas. Semakin mengerucut, sektor pariwisata bakal menjadi backbone dan core economy bangsa ke depan.
Bahkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menyebut, sudah saatnya Pariwisata menjadi “pemeran utama terbaik.” “Tidak boleh lagi menjadi pemeran pembantu! Demi kestabilan ekonomi ke depan,” ungkap Bambang di Rakornas Pariwisata itu.
Menurut Bambang, pihaknya sudah mendesain bahwa pariwisata sudah dijadikan mainstream dalam pertumbuhan ekonomi. “Pariwisata sudah berubah, tidak bisa lagi diangap remeh. Seperti: kalau ada yang syukur, kalau tidak ya tidak apa-apa. Pariwisata sekarang sudah menjadi sektor utama bersama industri manufaktur, untuk stabilitas pertumbuhan ekonomi ke depan. Juga untuk menuju Visi Indonesia 2045,” ungkap Menteri Bambang Brodjonegoro.
Menteri Bambang juga mengingatkan, pariwisata jangan berhenti di akomodiasi dan makanan-minuman saja. Pariwisata harus bisa menaikkan spending atau belanja selama di Indonesia. “Misalnya ke Puncak Bromo untuk melihat sunrise, butuh perjuangan, bangun pagi, macet, jalan kaki, nanjak, lama sampainya. Lama-lama kalau tidak kemajuan, akan ditinggalkan travelers.
“Tetapi kalau ada cable car, dengan menambah value, bisa menjadi lebih mahal, dan nyaman. Sama dengan di Eropa, ada tempat ski, semua dimudahkan, dengan cable car, dan lainnya. Cara lain balon udara, seperti Cappadocia di Turki, yang jumlah wismannya lebih dari 40 juta, Operator balon banyak tinggal menambah spending,” kata dia.
Menteri PUPR Basuki juga menjelaskan rencana besar Kementerian yang dipimpinnya. Yakni dengan membangun infrastruktur di 5 destinasi super priorisata. Begitu juga Menhub Budi Karya Sumadi, yang akan menyelesaikan banyak persoalan fisik terkait yang terkait dengan destinasinya.
Arief Yahya menambahkan, bahwa sector pariwisata ini membuktikan diri bisa diandalkan untuk Indonesia. “Sektor ini tumbuh kompetitif seiring sinergi besar stakeholdernya. Bila semuanya solid, maka hasilnya pasti sangat luar biasa. Menghasilkan devisa USD19,29 Miliar tentu fantastis, apalagi jumlahnya mendekati target USD20 Miliar di tahun ini,” ungkap Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, Selasa (10/9).
Kembali ke angka-angka BPS, itu tidak muncul tiba-toba. Wisman mengalir optimal melalui beberapa gate pada 2018. Untuk 19 pintu utama menghasilkan 13,1 Juta wisman, adapun pintu lainnya sekitar 2,71 Juta orang. Pintu lain itu diantaranya crossborder.
“Semua lini industri pariwisata Indonesia sangat bergairah. Posturnya tumbuh menjanjikan di beberapa tahun terakhir. Kondisi tersebut tentu sangat positif bagi perekonomian secara menyeluruh. Kenaikan kualitas ditunjukan melalui perbaikan spending wisatawan dari berbagai pintu,” terang Arief yang juga Menpar Terbaik Asia Pacific
Bank Indonesia pun diperkirakan menggunakan data rata-rata spending wisman pada rilis BOPTW3 2019. Arahannya untuk merevisi angka 2018 sekaligus 2019. “Semua sudah clear dan jelas. Pintu masuk utama wisman bisa optimal dalam angka kunjungan dan spendingnya. Dan lebih menarik lagi, kemampuan spending wisman naik kompetitif,” jelas Menpar Arief lagi.
Berada pada level USD1.220 pada 2018, rata-rata kemampuan spending wisman naik USD39,2 dari 2016. Angka spending maksimal dialirkan oleh 7 negara. Sebut saja Hong Kong, Arab Saudi, Denmark, Russia, juga Kanada. Rata-rata kemampuan spending mereka di atas USD2.033 per visit. Untuk angka spending terendah berada di strip USD732,91 per trip.
“Kenaikan rata-rata spending wisman dipicu oleh strategi Digital Tourism dan Deregulasi yang digulirkan Kemenpar. Dari beragam wisman yang masuk, diperkirakan FIT (Free Independent Travellers) sangat mendominasi. Slot FIT asing tersebut diperkirakan memiliki slot 70% hingga 80% dari total wisman yang masuk,” kata Menpar lagi.(*)