JAKARTA – Saat ini barang impor untuk beberapa komoditas pertanian tergolong cukup besar. Ketika komoditas pertanian impor masuk ke dalam negeri, maka produk petani langsung bersaing dengan barang impor.
Kementerian Pertanian menjalankan strategi memperkuat diversifikasi pangan lokal untuk menghadapi hal itu.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), menilai jika barang impor harus bersaing dengan lokal, maka produk petani sudah kalah saing dari segi harga untuk masuk ke pasar.
Di samping itu pemerintah juga juga belum memiliki regulasi yang tegas terkait produk impor yang menggerus keuntungan para petani.
“Importasi kita cukup besar, dan tidak ada larangan terbatasnya (lartas). Jadi saya sampaikan kepada Presiden, harus ada lartas,” ujar Mentan.
Lebih lanjut Mentan mengatakan, lebih dari puluhan tahun Indonesia sudah bergantung pada produk pertanian impor karena produk pertanian lokal kalah dari sisi harga.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, pada Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan volume 14, dengan tema respon cepat dan repoisisi penyuluhan pertanian untuk mengurangi import pangan, Selasa (29/03/2022) yang dilaksanakan secara virtual di AOR BPPSDMP, Jakarta.
Dedi mengatakan, harga pangan di dunia semakin naik. Akibatnya harga pangan dalam negeri juga akan merangkak naik begitu juga sarana dan prasarana produksi termasuk didalamnya pupuk.
“Solusi mengurangi pangan impor, dengan melakukan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, selain itu kita lakukan diversifikasi pangan lokal, seperti gandum diganti dengan singkong, tebu begitu juga gula pasir diganti dengan gula merah yang lebih sehat,” jelas Dedi.
Narasumber Ngobras, Bustanul Arifin, guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung, mengatakan kenaikan harga pangan dan dinamika geopolitik global berdampak spesifik pada pertanian Indonesia.
Pembangunan pertanian dan strategi penyuluhan ke depan perlu masuk pada pertanian presisi, digitasilisasi rantai nilai, kerjasama quadruple helix ABGC.
“Pengembangan pangan lokal perlu bervisi diversifikasi produksi, diversifikasi pangan dan gizi seimbang, memanfaatkan kearifan lokal dan industri kuliner,” jelasnya.
Menurut Bustanul Arifin, diperlukan integrasi Trisula Pembangunan SDM Pertanian dalam pendidikan, pelatihan, penyuluhan pertanian, karena tantangan dinamika perubahan begitu cepat.
Narasumber selanjutnya Sunarru Samsi Hariadi, Guru besar Fakultas UGM, menjelaskan pada paparannya bahwa diperlukan sinergi agar fungsi sistem penyuluhan pertanian berjalan maka AKIS (agricultural Knowlegde and Information juga harus berjalan secara optimal.
“Informasi perkembangan berjalan luar biasa, penyuluh pertanian dan petani harus mampu menggunakan informasi dan teknologi oleh karena itu diperlukan education system,” ujar Sunarru Samsi.
Ia menambahkan, perubahan dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara yaitu agricultural extension system, research system, education system, support system.
Narasumber lainnya, Entang Sastraatmadja, Ketua harian HKTI Jawa Barat, menjelaskan bahwa pemberdayaan petani adalah upaya untuk menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi kaum tani berkembang.
Dasar pemikirannya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan memperkuat potensi yang dimiliki oleh petani.
“Salah satu program pemerintah yaitu Petani Milenial yaitu program yang diperuntukan bagi anak bangsa yang berusia antara 19 – 39 tahun, Pemerintah akan mencetak 2,5 juta Petani Milenial hingga akhir 2024 nanti,” ujar Entang.
Program petani milenial ini digelindingkan sejak tahun 2019 yang digagas oleh Kementerian Pertanian. Saat ini jumlah petani tercatat 33 juta. Dari jumlah itu, didapat data bahwa hanya 29% petani yang usianya kurang dari 40 tahun, atau disebut sebagai petani milenial.
“Diperlukan pendampingan dan pemberdayaan petani milenial menuju pertanian tangguh, modern dan berkelanjutan,” tutup Entang.