JAKARTA – Kementerian Pertanian sangat serius untuk mengembalikan kejayaan kedelai. Terlebih, kedelai merupakan bahan dasar tahu tempe yang merupakan makanan favorit masyarakat Indonesia.
Hal ini disampaikan dalam Bertani on Cloud (BOC) volume 162, Selasa (15/3/2022). Narasumber yang dihadirkan adalah Manajer Rumah Kedelai Grobogan, Rarastianevi Annisa, dan Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kab. Grobogan, Christina Setyaningsih.
Kegiatan dengan tema ‘Jurus Rumah Kedelai Grobogan (RKG) Tingkatkan Produktivitas dan Nilai Kedelai Lokal’, diadakan secara online dan offline, dengan partisipasi sekitar 350 orang dari berbagai kalangan, seperti Kepala BPP, petani milenial, Widyaiswara, dan lainnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan peningkatan produksi kedelai menjadi tantangan untuk Kementerian Pertanian.
“Keseriusan pemerintah dalam mengembalikan kejayaan kedelai saat ini memang menghadapi tantangan besar. Untuk itu, Kementerian Pertanian mendorong berbagai pihak untuk meningkatkan produksi kedelai sehingga mengurangi ketergantungan pada kedelai impor, termasuk di antaranya dengan melibatkan petani milenial”, ujar Dedi.
Dedi Nursyamsi menambahkan, Kementan juga berupaya mencanangkan program pengembangan lahan untuk kedelai.
“Di 2022 Kementan melakukan upaya menjamin ketersediaan kedelai utamanya untuk mencukupi kebutuhan konsumsi rumah Tangga melalui fasilitasi pengembangan 52.000 hektare (ha) kedelai yang tersebar di 16 daerah,” tambahnya.
Menurutnya, Kementan menawarkan beberapa konsep, pertama adalah petani yang selama ini menamam kedelai existing diakselerasi dan ditingkatkan luasnya dan kualitasnya.
“Konsep kedua adalah pengenalan daerah-daerah baru akan tetapi yang dulu pernah ikut program Kementan, yaitu petani yang dulu tanam jagung diselangi dengan kedelai atau tanaman lainnya,” ujarnya.
Untuk itu Dedi juga mengajak insan pertanian untuk mewaspadai dampak perubahan iklim ekstrim, seperti el nino kemarau berkepanjangan dan el nina banjir dimana-dimana dan frekuensi makin meningkat.
“Dulu sepuluh tahun sekali, saat ini lima tahun sekali bahkan ada tendensi tiga tahun sekali bahkan intensitasnya makin kuat. Akibat perubahan iklim ekstrim ini, terjadi serangan hama penyakit tanaman di mana-mana dan sehingga menyebabkan sistem produksi di sentra pangan dunia terganggu,” ujarnya.
Kondisi ini membuat negara-negara produsen melakukan retriksi, sehingga negara-negara produsen tidak melakukan ekspor.
“Dalam situasi seperti ini, solusinya adalah kurangi ketergantungan impor, baik itu kedelai, jagung, gandum, bahan pupuk kimia, Dengan menanam kedelai, jagung, dan lain-lainnya. Apalagi saat ini ada program dari Kementan yaitu menanam satu juta hektar untuk menghasilkan satu juta ton kedelai dan petani harus memanfaatkan peluang ini,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga meminta produktivitas pertanian ditingkatkan.
“Dengan kualitas kedelai lokal yang kita miliki, kita harus bersama-sama melepaskan ketergantungan dari impor,” ujarnya.