JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) tengah fokus menggenjot pertumbuhan petani milenial. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan, pertanian adalah sektor yang bisa menyangga kehidupan masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Untuk itu, ia menarget melahirkan 2,5 juta petani milenial hingga lima tahun ke depan.
“Sektor pertanian penyangga kehidupan masyarakat. Saya mempersiapkan kurang lebih 2,5 juta petani milenial dalam lima tahun ke depan,” katanya. Bukan tanpa alasan hal itu disampaikan. Sebab, pertanian adalah sektor yang tahan terhadap segala kondisi dan situasi.
Di lain sisi Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi memaparkan kunci sukses meroket tajam meski di masa pandemi. Sebagaimana diketahui, pertanian adalah sektor yang tetap tumbuh 16,24 persen meski di tengah pandemi COVID-19. Paparan itu disampaikan Dedi saat mewakili Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada talkshow yang diselenggarakan Satgas COVID-19 di Graha BNPB, Senin (23/11).
Tak hanya itu, pada talkshow yang mengambil tema “Petani Milenial: Sukses di Masa Pandemi” itu Dedi juga menjelaskan jika ekspor sektor pertanian periode Januari-September juga tumbuh 9-11 persen dibanding tahun lalu. Dalam paparannya, Dedi menjelaskan kunci sukses tumbuhnya sektor pertanian kala sektor lainnya mengalami penurunan minus lebih dari 20 persen. Katanya, kunci sukses tumbuhnya sektor pertanian terletak pada petani itu sendiri.
“Ada kuartal I dan II sektor pertanian tumbuh 16,24 persen di saat yang lain terpuruk bahkan minus lebih dari 20 persen. Kuartal tiga juga sektor pertanian tetap positif. Kunci suksesnya ada pada petani itu sendiri, khususnya petani milenial,” ujar Dedi.
Meski di masa pandemi, Dedi menilai SDM pertanian yang terdiri dari petani, penyuluh dan lainnya tetap bergerak meningkatkan produktivitas mereka. Pandemi COVID-19 tak menjadi penghalang bagi mereka untuk tetap menggarap sawah, ladang dan kebunnya.
“Petani, penyuluh dan seluruh SDM pertanian tetap bergerak turun ke sawah, ke ladang, ke kebun untuk menggenjot produktivitas pertanian. Artinya, kunci sukses menurut saya adalah di petani itu sendiri yang luar biasa menggenjot Produktivitas meski di dera pandemi COVID-19,” papar dia.
Lebih lanjut kata Dedi, Kementan juga menyiapkan berbagai macam kebutuhan para petani dari hulu hingga hilir seperti bibit unggul, pupuk, alat mesin pertanian, bantuan akses permodalan melalui KUR Pertanian hingga pengemasan produk pascapanen.
“Kita perkenalkan kepada petani bahwa saat ini ada inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas. Ada modernisasi, mekanisasi alat mesin pertanian. Bibit dan pupuk juga dibantu. Begitu juga dengan akses permodalan,” katanya.
Dedi juga memaparkan jika pandemi COVID-19 tak menjadi penghalang program Kementan dalam menumbuhkembangkan petani milenial. Terbukti, sejak tahun lalu digaungkan, respon petani milenial untuk terjun di sektor pertanian menunjukkan tren positif. “Mainset bahwa petani itu kumel dan kotor harus ditinggalkan. Pertanian kita itu sekarang sudah canggih. Ada modernisasi melalui alat mesin pertanian. Di era teknologi 4.0 juga internet opting memiliki peranan penting di mana para petani, khususnya petani milenial bisa memantau bisnis mereka secara digital,” kata Dedi.
Dedi menilai petani kini berbagi tugas antara petani milenial dan petani berusia lanjut. Petani berusia lanjut fokus pada on farm di hulu. Sementara petani milenial memanfaatkan jaringan teknologi digital berperan pada sektor hilir. “Kita bagi tugas. Petani berusia lanjut bergerak di hulu, pada on farm-nya. Sementara petani milenial di hilir bergerak pada internet optingnya,” tutur dia.
Sementara Ketua Umum Duta Petani Milenial/Duta Petani Andalan, Sandi Octa Susila menerangkan, untuk mensinergikan mereka dengan petani berusia lanjut, komunikasi intensif terus dilakukan. Sandi juga memangkas habis jalur distribusi hasil pertanian yang selama ini merugikan petani. “Jalur distribusi hasil pertanian dahulu itu ada sembilan tahap. Sekarang kami pangkas menjadi emat tahap saja mulai hulu hingga hilir yakni petani, petani milenial dan industri dan pasar,” papar dia.
Dengan begitu, petani akan mendapat nilai lebih tinggi dari produksi pertanian yang mereka hasilkan selama ini. Ia mengajak anak-anak muda untuk terjun ke sektor pertanian yang terbukti tahan banting dalam situasi dan kondisi apapun. “Ada dua hal yang ingin saya sampaikan. Pertama, bisnis pertanian tidak ada matinya. Bisnis pertanian habis kalau manusia mengalami kepunahan. Ini industri hajat hidup orang banyak. Kedua, Indonesia sedang memiliki narasi besar ingin menjadi lumbung pangan dunia. Apalagi tahun 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi yang harus dimanfaatkan dengan baik,” katanya.
Sedangkan Jatu Barmawati, petani milenial yang hadir pada talkshow tersebut menerangkan, menjadi petani tak membuat masa depan terpuruk. Sebaliknya, ketika sektor lain kolaps, industri pertanian justru tumbuh tinggi. “Kita butuh pangan, suplai makanan dan lainnya. Beberapa komunitas justru melejit pendapatannya saat pandemi. Menjadi petani adalah hal mulia. Menjadi petani memberikan kehidupan. Tak hanya kepada bisnis, tapi juga ibadah,” ujarnya.