LOMBOK TENGAH – Busana khas Suku Sasak turut mewarnai Festival Pesona Bau Nyale 2020. Tepatnya melalui Mandalika Fashion Carnival 2020 yang digelar Kamis (13/2), di depan Kantor Bupati Lombok Tengah, Praya, Nusa Tenggara Barat. Pelaksanaan Mandalika Fashion Carnival 2020 ditandai dengan pemukulan Gendang Beleq, alat musik khas NTB.
Mandalika Fashion Carnival 2020 mengambil rute Jalan Gajah Mada hingga Jalan Ki Hajar Dewantara. Start dari depan Aerotel Mandalika Praya, lalu melewati Kantor Bupati Lombok Tengah. Mandalika Fashion Carnival finish di Alun-Alun Tastura Muhajirin.
“Mandalika Fashion Carnival 2020 menjadi salah satu bukti kekayaan Lombok. Sebab, beragam busana tradisional ditampilkan di sini. Selain alam, destinasi Lombok juga kaya dengan beragam corak budaya. Lombok tetap harus jadi destinasi utama untuk berlibur,” ungkap Wakil Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri, Kamis (13/2).
Mandalika Fashion Carnival 2020 diikuti peserta dari 12 kecamatan di Lombok Tengah dan Finalis Putri Mandalika 2020. Hadir juga Duta Besar Venezuela, Kemenparekraf, Dekranasda, dan Forkopinda lingkup Nusa Tenggara Barat.
Parade diawali 10 orang peserta Finalis Putri Mandalika 2020. Berada di belakangnya, beragam busana khas Sasak ditampilkan oleh 12 kecamatan di Lombok Tengah. Parade ini disambut oleh wisatawan. Sembari berjajar di sepanjang lintasan parade, mereka pun mengabadikan moment melalui kamera handphone. Sekedar selfie hingga merekamnya dalam video.
“Mandalika Fashion Carnival 2020 merupakan salah satu konten yang dinantikan dalam festival ini. Ada banyak konten yang disajikan, termasuk pemilihan Putri Mandalika dan Malam Puncak Festival Pesona Bau Nyale 2020. Malam Puncak berlangsung 14-15 Februari, lalu berikutnya ada tradisi menangkap Nyale,” terang Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat Lalu Moh Faozal.
Mandalika Fashion Carnival 2020 menampilkan ragam corak dan warna khas Sasak. Asesorisnya lengkap dengan mahkota, senjata, hingga payung khas Sasak. Secara garis besar, busana adat khas Sasak terbagi Lambung (wanita) dan Pegon (Pria). Busana Lambung memiliki kerah berbentuk ‘V’ dengan beragam hiasan pada gigirnya. Lambung biasanya dilengkapi dengan Pangkak (Mahkota).
Selain Pangkak, ada juga Tangkong yang berupa busana utama. Bahannya terbuat dari beludru dengan warna gelap sebagai perlambang keagungan. Busana ini juga dilengkapi Tongkak, yaitu sabuk panjang dengan rumbai pada kedua ujungnya. Ada juga asesoris Lempot yang berupa kain tenun panjang, lalu yang bernama kain songket Kereng. Kereng biasanya dililitkan pada pinggang hingga sebatas mata kaki.
“Busana adat Sasak memang sangat eksotis. Asesorisnya banyak, baik wanita maupun pria. Lebih menarik lagi, di situ ada filosofi dan maknanya. Semuanya tentu menjadi harapan kebaikan bagi para pemakainya,” jelas Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelengggara Kegiatan (Event) Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Rizki Handayani.
Selain Lambung, Pegon juga memiliki beragam asesoris unik. Kelengkapannya seperti, Cappuq atau Sapuk yang berbentuk seperti mahkota. Mahkota merupakan simbol penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya, ada Pegon atau busana utama dengan kombinasi adat Jawa dan Eropa. Asesoris lainnya adalah Leang atau Dodot yang berupa Kain Songket untuk menyelipkan keris.
Kain Songket yang digunakan pun memiliki beberapa motif. Ada Subahnale, Keker, dan Bintan Empet. Pegon semakin lengkap dengan Kain Wiron. Wiron ini dililitkan dipinggang hingga sebatas mata kaki. Ujung tengahnya dibiarkan menjuntai ke bawah. Wiron menjadi perlambang sikap rendah hati. Namun, kain ini tidak boleh polos dan berwarna putih atau merah. Harus ada motif khas Sasak hingga batiknya.
“Beragam kekayaan budaya Lombok tentu menjadi daya tarik bagi pariwisata di sana. Wisatawan pun bisa menikmati kekayaan ini setiap saat. Caranya, silahkan datang langsung ke Lombok di lain waktu. Dengan waktu yang panjang, eksplorasi budaya ini tentu akan semakin maksimal,” tutupnya.(****)