BATAM – Ada sesuatu yang berbeda dari gegap gempitanya pagelaran Bajafash 2019 di Radisson Hotel Batam, Kepri, yang berjalan dari tanggal 13 hingga 15 September ini. Dari sekian banyak outlet yang memajang produk batik, salah satunya terdapat outlet yang memamerkan dan menjual produk ecoprint.
Outlet yang digawangi oleh Awang Narsih Setiawan ini bernaung di bawah label “Seni Olah Kain Kagunan”. Sesuai dengan labelnya, produk kain yang ditampilkan oleh seni olah kain ini adalah produk kain dengan motif dari alam, lebih didominasi oleh daun, ranting dan kulit pohon. Motif-motif kainnya banyak dibentuk oleh daun-daun, terutama daun-daun yang dapat digunakan untuk pengobatan, seperti daun jarak, jati, atau mengkudu, dan daun kelor. Warna yang ditampilkanpun mempunyai ciri khas alam, lembut dan redup, karena memang pewarnaan kainnya menggunakan pewarna alam, khususnya warna dari kulit pohon.
Menurut Awang, penemuan teknik pencetakan dan pewarnaan ini didapat olehnya secara tidak sengaja, mengingat ia bukanlah seorang dari kalangan pabrikan, dan bukan juga seorang desainer.
“Medio Januari 2015 yang lalu saya melihat tetangga memotong daun jambu batu di dekat rumahnya. Saya mengingat kenangan masa lalu, jika anak diare akan diberikan remasan air daun jambu batu ini oleh ibu. Saya mengambil daun tersebut, membawanya pulang dan memasukan daun tersebut ke dalam pakaian berbentuk kaos. Selanjutnya dari luar kaos, daun tersebut dipukul-pukul sehingga serat dan warnanya tertransfer ke kain. Saya berfikir bahwa, metode ini sepertinya dapat dikembangkan,” kata Awang, Jumat (13/9) di Radisson Hotel Batam.
“Setelah 1,5 tahun, teknik ini terus mengalami pengembangan, kita juga terus menggali tentang batik pewarna alam. Hingga sekarang kita mempunyai teknik 3 D yang kita sebut “Botanical Print 3 D”. Di sini kita menggunakan daun sebagai perintang warna. Berbeda dengan batik yang memakai malam sebagai perintang warnanya,” jelasnya.
Digunakannya bahan daun untuk pengobatan menjadi motif bukan tanpa alasan. Menurut Awang, daun untuk pengobatan mengandung tanin, suatu enzim yang digunakan untuk pengobatan tradisional dan modern saat ini.
“Kain yang kita gunakan juga dasarnya yang dari alam, seperti sutra dan katun. Kain alam ini lebih tahan lama dalam menyerap warna dan motif, sementara kain sintetis daya tahannya kurang begitu tahan. Untuk pencucian kainpun juga dengan deterjen khusus batik atau shampoo, atau dapat juga dengan metode dry cleaning,” ungkap Awang lebih jauh.
Diantara motif daun dan ranting, dapat ditemukan juga motif besi berkarat di outlet Kain Kagunan ini. Menurut Awang, motif karat besi ini lebih simple dan tidak menggunakan pewarna apapun. Seratus persen dari karat yang dibasahi air garam. “Motif ini lebih tahan lama daripada motif daun,” ujar Awang.
Penjualan produk kain ecoprint ini paling banyak ke daerah Jakarta. Perkain ukuran 2 meter, kisaran harganya 800 ribu hingga 3,5 juta rupiah. Sedangkan untuk produk yang teah menjadi pakaian berkisar dari harga 750 ribu samai 1,5 juta rupiah.
Yuspiq, salah satu penggiat batik Batam melihat kehadiran seni kain ecoprint ini bukan sesuatu yang menjadi kompetitor dalam dunia batik. “Pakemnya tentu saja berbeda dengan batik, sehingga pangsa pasar dan peminatnya juga punya alur masing-masing. Yang jelas, ecoprint tentu saja menambah perbendaharaan motif dan teknik pewarnaan kain di Indonesia,” kelas Yuspiq.
Wati, salah satu penjual batik Batam dengan label Ati Arios, di bawah Binaan Bank Indonesia juga berpendaat sama. “Batik Batam masih mendapat tempat khusus di hati masyarakat kepri. Motif khasnya masih berkisar di gonggong dan ikan marlin. “Variasinya tentu saja banyak, seperti ubur-ubur dan terumbu karang. Batikpesisir biasanya menampilkan warna yang lembut,” kata Wati di outletnya yang tak jauh berada di samping outlet ecoprint.
“Untuk harga, batik tulis Batam yang kita jual di Bajafash 2019 ini berkisar di 800 ribu hingga 1,85 juta rupiah,” bebernya.
Ardiwinata selaku Kadisbudpar Batam memandang hal ini sebagai suatu harmoni dalam seni kain. “Teknik kain ada banyak, dan semua itu tentu saja menampilkan berbagai corak ragam keindahan. Para pengrajin tidak perlu khawatir tentang teknik dan motif, karena pangsa pasar kita masih luas, masih bagus, dan punya pangsa pasar yang beragam,” imbuhnya.
Menurut Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata Rizki Handayani, yang menarik tentang seni kain dan batik ini adalah motif dan pola dari masing-masing seni ini.
“Masing-masing seni kain mempunyai ciri khas yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Khususnya batik, tentunya memiliki pakem tertentu, seperti canting dan malam. Namun perbedaan ini tidak harus dijadikan friksi di antara seniman kain. Justru perbedaan ini yang menjadikan daya jual seni kain kita makin bagus di tingkat nasional dan internasional. Lebih banyak pilihan, dan lebih banyak bisnis akan berkembang ke depannya,” kata Rizki, diamini Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional I Dessy Ruhati.
Menpar Arief Yahya mengacungi jempol untuk seni kain Indonesia. “Semakin ke sini semakin banyak ragam pilihan. Ide-ide kreatif dari seniman kain akan membawa seni kain Indonesia lebih dewasa dan berkembang. Ekonomi tentunya akan bergerak lebih cepat dan memberikan ruang yang luas untuk bisnis seni kain dan batik ini. Terus berkarya, ciptakan inovasi, dan pariwisata akan memberikan jalan untuk penjualan produk-produk tersebut,” pungkas menteri yang berasal dari Banyuwangi itu.(**)