KLATEN – Festival Payung Indonesia 2019, 6-8 September, akan mengajak semua lapisan untuk ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan tema yang diangkat, Sepayung Daun. Dalam salah satu yang akan dieksplorasi dalam festival ini adalah Bambu. Tanaman ini dikenal sebagai pilar dalam pembuatan payung tradisional.
Nuansa bambu mendominasi Festival Payung Indonesia 2019. Termasuk di venue, Lapangan Garuda Mandala, Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Bambu jadi elemen utama stand, gerbang, tempat duduk, dan properti lainnya.
Direktur Program Festival Payung Indonesia 2019 Heru Mataya mengatakan, bambu ramah lingkungan.
“Bambu memang menjadi tema artistik Festival Payung Indonesia 2019. Semua elemen memakai bambu. Ada banyak nilai dari bambu, selain bahan utama pembuatan payung tradisional. Yang jelas elemen dari bambu sangat ramah lingkungan, selain bersahaja. Bambu juga bisa menyatu dengan kemegahan Candi Prambanan,” ungkap Heru, Jumat (6/9).
Bambu sangat dekat dengan keseharian masyarakat. Mudah dijumpai, apalagi di lingkungan pedesaan. Paling sederhana, elemen bambu bisa jadi pelengkap material rumah. Masyarakat juga mengandalkan bambu untuk menghasilkan banyak properti bermanfaat. Hanya saja, posisi bambu sebagai properti pendukung keseharian sempat tergeser oleh plastik.
“Serba bambu memang mendominasi venue Festival Payung Indonesia 2019. Nuansa yang dibangunnya justru sangat artistik. Misi yang diusungnya juga mulia, terkait kampanye lingkungan. Publik kembali diingatkan agar meninggalkan plastik dan kembali melirik bambu. Ada banyak karya yang dihasilkan dari bambu,” terang Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani.
Tekanan besar memang dimiliki sampah plastik. Untuk mengurai kembali plastik, bumi membutuhkan waktu sekitar 50 hingga 100 tahun. Untuk kantung plastik masa urainya sekitar 20 tahun, lalu plastik pembungkus detergen daurnya 80 tahun. Adapun untuk jenis organik seperti bambu hanya perlu waktu bulanan untuk bisa teruraikan.
“Melalui Festival Payung Indonesia, kesadaran publik akan pentingnya isu lingkungan ini diharapkan bisa muncul. Terus mengurangi penggunaan berbagai hal yang menyangkut plastik. Mengoptimalkan fungsi properti yang dikembangkan dari organik, seperti bambu ini. Yang jelas, ada value lebih dengan mengoptimalkan fungsi elemen bambu pada festival tersebut,” kata Rizki lagi.
Keunikan properti bambu membuat area Candi Prambanan semakin eksotis. Apalagi, kemegahan Candi Prambanan menjadi inspirasi dan kreasi bagi Festival Payung Indonesia 2019.
Ketua Tim Pelaksana Calendar of Event Kemenpar Esthy Reko Astuty menjelaskan, ada banyak hal yang bisa dieksplorasi dari elemen bambu.
“Bambu elemen penting dalam sebuah karya payung tradisional. Kini elemen bambu dikembangkan sebagai ornamen venue dan menyatu dengan Candi Prambanan. Pada hakikatnya, bambu memang bisa dieksplorasi lebih lanjut. Ada banyak produk kreatif dengan value ekonomi tinggi dari bambu. Bambu itu bahan baku bagi karya seni,” tegas Esthy.
Dengan sedikit sentuhan kreativitas, bambu bisa dikembangkan menjadi beragam karya kreatif. Bahan baku ini bisa disulap menjadi beragam alat musik, dekorasi dinding, batang tirai, dan kap lampu. Bisa dikembangkan menjadi peralatan makan, interior rumah, hingga tikar. Bambu juga bisa dibuat menjadi beragam souvenir unik, seperti miniatur perahu dan beragam alat musik.
“Selain kampanye lingkungan, Festival Payung Indonesia 2019 memberikan inspirasi luar biasa. Publik diajarkan bagaimana mengoptimalkan fungsi bambu hingga memberikan value secara ekonomi. Segala sesuatu yang sudah mendapat sentukan seni akan naik nilainya,” ujar Esthy.
Seiring zaman, bambu kemudian dibuat menjadi jam tangan, casing gadget, hingga sepeda ontel. Agar awet, treatment khusus diberikan bagi bambu. Sebab, bambu tidak tahan terhadap serangan serangga dan iklim. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengungkapkan, Festival Payung Indonesia 2019 menjadi destinasi menarik dikunjungi.
“Festival Payung Indonesia selalu menarik. Publik harus berkunjung ke sana. Sebab, selalu ada warna baru dan inovasi yang menginspirasi. Isu ramah lingkungan menjadi konten luar biasa di tengah kondisi alam yang tidak menentu. Di situ juga ada upaya konservasi budaya,” tutup Arief yang juga berstatus Menpar Terbaik ASEAN tersebut.(*)