Tudingan Arabisasi di Banyuwangi Sangat Keterlaluan

oleh -1,468 views

BANYUWANGI – Sebuah tulisan berisi tudingan ‘arabisasi’ beredar di ranah publik. Tudingan tersebut ditujukan pada gagasan halal tourism yang dicetuskan Pemkab Banyuwangi. Sejumlah tokoh bereaksi. Termasuk para pelaku wisata di daerah setempat.

Menanggapi tudingan itu, pelaku wisata dan penggagas Taman Gandrung Terakota Banyuwangi Sigit Pramono mengaku tak habis pikir dengan sikap orang tersebut.

“Saya tidak bisa memahami apa yang menjadi niat dan tujuan orang yang menyebut telah terjadi arabisasi pariwisata di Banyuwangi,” ujarnya, Minggu (30/6).

Menurutnya, ‘penyerang’ ini memang sangat keterlaluan. Padahal, sudah begitu banyak hal yang dilakukan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Juga Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang menjadi contoh sukses daerah dengan sektor pariwisata yang sukses.

“Saya benar-benar kecewa dengan statement arabisasi itu. Maksudnya apa? Padahal, selama ini kebudayaan dan kesenian tradisional Banyuwangi selalu diangkat ke tempat yang sangat terhormat. Dari 99 event yang diprakarsai Pemkab Banyuwangi, sebagian besar adalah kegiatan seni budaya tradisional Banyuwangi,” jelasnya.

Sigit Pramono menambahkan, sejauh ini Menpar Arief Yahya selalu aktif dalam pengembangan pariwisata Banyuwangi. Beliau selalu menyempatkan hadir dalam kegiatan yang terkait pariwisata di Banyuwangi. Seperti Festival Gandrung Sewu, Banyuwangi Ethno Carnival, dll. Akhir tahun lalu, beliau juga meresmikan Taman Gandrung Terakota. Yaitu sebuah situs rawat ruwat seni dan budaya Banyuwangi.

“Kalau soal wisata halal, menurut saya itu sebuah strategi pemasaran. Sebagai upaya untuk menjangkau segmen khusus yang memang membutuhkan layanan dan produk khusus. Kalau ada yang menyoal tentang pantai syariah Pulau Santen, itu karena memang ada permintaan. Dan semestinya tidak perlu dipersoalkan karena pantai lainnya untuk masyarakat umum masih jauh lebih banyak,” tandasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi I Komang Sudira menyatakan, penyebaran tudingan itu adalah bentuk kezaliman untuk masyarakat Banyuwangi. Tidak ada umat Hindu di Banyuwangi yang berpikiran seperti itu.

Menurutnya, Umat Hindu Banyuwangi hidup penuh toleransi dengan umat agama lain. Tidak ada intimidasi, tidak dikekang, dan bahkan jajaran Pemkab Banyuwangi sering mendatangi undangan di acara-acara Umat Hindu.

“Saya yakin, tudingan itu dibangun untuk kepentingan pribadi. Sebab, Umat Hindu Banyuwangi tidak seperti itu. Tindakannya sama saja menzalimi masyarakat Banyuwangi,” ucapnya.

Komang menambahkan, pihak yang menulis dengan tudingan ‘arabisasi’ tidak memahami Banyuwangi. Sebab, daerah ini justru merayakan perbedaan dengan berbagai atraksi seni-budaya khas kearifan lokal. Di sini jga dihuni berbagai suku bangsa. Mulai Osing, Bugis, Jawa, Madura, hingga Tionghoa.

“Kami merayakan setiap kegiatan seni-budaya dengan semarak. Termasuk pada festival yang digagas untuk masyarakat Tionghoa. Semua kami rayakan tanpa memandang agama. Inilah cara masyarakat Banyuwangi untuk guyub. Jadi jangan berpikir untuk memecah belah dengan opini pribadi,” pungkasnya.(***)

No More Posts Available.

No more pages to load.