LOMBOK – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pemetaan Desa Wisata Penyangga di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Mandalika 20/04/2022 di Hotel Aston Inn, Kota Mataram , Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kegiatan pemetaan ini bertujuan untuk menggali potensi, keunggulan dan keunikan dari desa wisata yang ada disekitar KEK Mandalika. Melalui pemetaan desa wisata ini diharapkan akan diketahui positioning masing-masing desa wisata terhadap event besar seperti WBSK dan MotoGP. Dengan demikian diharapkan desa wisata siap mengambil peluang ketika diadakan event besar lainnya dan kedepan akan terwujud destinasi wisata yang berbasis event.
Sesuai dengan arah pandang Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno untuk mengeimplementasikan Inovasi, Adaptasi dan Kolaborasi dalam Pengembangan Destinasi Wisata memberikan efek yang luar biasa untuk keberhasilan pelaksanaan event internasional. WSBK dan MotoGP di Mandalika, menyadarkan kita bahwa desa wisata sebagai unsur penggerak pariwisata di daerah harus siap dalam bersinergi dan kolaborasi. Kondisi yang berbeda diantara desa wisata yang ada disekitar Mandalika menjadi keunikan tersendiri dalam pengadaan side event ketika pelaksanaan event internasional. Posisi desa wisata di sekitar Mandalika sebagai kawasan penyangga Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Mandalika. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan desa wisata dalam mengidentifikasi kebutuhan berdasarkan permasalahan dan potensi pengembangan di kawasan wisata tersebut. Lebih lanjut Kepala Dinas Pariwisata Kab. Lombok Tengah, Lendek Jayadi, mengatakan: “Penting untuk meng-update instrumen kebijakan yang dapat mengakomodir isu-isu terkini seperti desa wisata, sustainability dan lain-lain”
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktrur, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu mengungkapkan Desa Wisata menjadi fokus pengembangan destinasi wisata di era pandemi COVID-19 sehingga kedepannya setelah pasca pandemi, Desa Wisata bisa menjadi tonggak perekonomian nasional. “Secara fisik Pengembangan desa wisata tentunya harus berkolaborasi dengan K/L lain, Kemudian dengan pengembangan produk wisata non-fisik seperti budaya dan kearifan lokal masyarakatnya, kita akan terus dampingi. Desa Wisata akan memperkuat nilai tambah ekonomi di masyarakat desa.” kata Vinsensius. Dosen Poltekpar, Adhi Yuliyanto pun sependapat dengan Vinsensius dengan mengatakan “desa wisata merupakan dapur dari sebuah destinasi di daerah.”
Sebagai salah satu kawasan yang dikembangkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah telah mengembangkan beberapa kegiatan bertaraf internasional yang mengangkat pariwisata lokal dan nasional yaitu penyelenggaraan event WBSK dan MotoGP. Salah satu dampak kegiatan tersebut adalah menambah citra baru dan tingkat kepercayaan dalam hal atraksi sebagai daya tarik pada pariwisata Nusa Tenggara Barat, sehingga turut mengembangkan potensi-potensi wisata di kawasan hinterland Mandalika yang kedepannya diharapkan dapat menjadi kawasan penyangga yang mendukung kawasan DPSP Mandalika.
Pada FGD ini menghadirkan narasumber yaitu Direktur Pengembangan Destinasi II, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wawan Gunawan, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Yusron Hadi, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lendek Jayadi, Dosen Poltekpar Lombok, Adhi Yuliyanto & Amirosa.
Direktur Pengembangan Destinasi II, Wawan Gunawan bersama dengan para stakeholders daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terlibat dalam pengembangan desa wisata sepakat untuk melakukan program SINAKODA yaitu (sinergitas berbasis inovasi, adaptasi dan kolaborasi antara pusat dan daerah). Sinakoda bisa lintas sektor dan lintas lembaga dalam pengembangan Desa Wisata agar dapat mencapai target sebagai desa wisata yang mandiri dan berkualitas. “Kemenparekraf, Pemprov NTB, Pemkab Lombok Tengah dan Kabupatrn lainnya siap mendukung dan mendampingi Desa Wisata di NTB, dengan program SINAKODA, target Desa Wisata di NTB yang maju dan mandiri sehingga desa wisata menjadi destinasi yang berkualitas, terintegrasi dan berkelanjutan akan terwujud” Ucap Wawan.
Desa wisata merupakan salah satu daya tarik yang dimiliki oleh NTB karena memiliki berbagai keunikan. Tidak hanya menawarkan keindahan alamnya, tetapi juga keunikan dari unsur ekonomi kreatifnya, seperti karya tenun, seni tari, seni musik, seni ketangkasan dan bela diri, kuliner, hingga rumah-rumah dengan gaya arsitektur tradisional. Pada pelaksanaan MotoGP bulan lalu, berbagai Desa Wisata seperti Desa Bilibante, dan juga Desa Sade diinfokan menjadi salah satu desa yang terdampak secara signifikan dari adanya kegiatan tersebut. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Yusron Hadi sebagai narasumber dalam FGD tersebut, menyebutkan bahwa dari 500 kandidat yang terpilih dalam Ajang Desa Wisata Indonesia, 20 desa diantaranya merupakan desa wisata yang berlokasi di NTB, dan hal tersebut mendorong pemerintah daerah menjadi lebih giat lagi dalam mengembangkan desa wisata. Terlebih saat ini, hanya 3% dari desa wisata yang ada di NTB tergolong ke dalam kategori Desa Maju.
Lebih lanjut, Yusron menegaskan bahwa saat ini pengembangan tersebut lemah dalam implementasi, terutama dalam hal anggaran. “Perlu ada keberpihakan dari segi anggaran beserta penyediaan masterplan untuk menunjukkan keseriusan dalam memajukan desa wisata di NTB. Kami dari Pemerintah Provinsi NTB mengapreasiasi langkah Kemenparekraf yang selalu mendukung pengembangan destinasi di NTB.” Ucap Yusron.
Dalam pelaksanaan FGD tersebut, disampaikan bahwa masing-masing daerah memiliki keinginan untuk mengembangkan desa wisatanya, terutama magnet terbesar kawasan Mandalika, yaitu MotoGP telah selesai dilaksanakan. Namun, masih terdapat berbagai kendala yang dialami seperti dukungan pendanaan dan pembiayaan, kelembagaan, SDM, dan juga tata kelola. Yusron Hadi memaparkan lebih lanjut dalam sesi kali ini bahwa terdapat beberapa poin masalah dalam pengembangan desa wisata, yaitu sustainability, accessibility, dan consistency. Kemudian, perlu ada evaluasi dan pembenahan RIPPARDA Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menunjukkan konsistensi pemerintah daerah dalam pengembangan desa wisata.
Pemerintah daerah juga berkomitmen dengan melakukan evaluasi terhadap desa wisata yang ada saat ini serta penetapan kembali desa wisata berdasarkan potensi dan urgensinya. Pemerintah menyampaikan harapan dengan adanya event WBSK dan MotoGP tersebut, seluruh pihak di NTB dapat merasakan manfa’atannya.