NUSA TENGGARA TIMUR – Kementerian Pertanian (Kementan) terus memfokuskan program untuk menggenjot produksi pertanian. Salah satunya direalisasikan melalui penerapan metode teknologi pertanian pintar (Smart Farming). Bukan tanpa alasan hal itu dilakukan.
Sebagaimana diketahui, isu regenerasi petani saat ini menempati posisi dengan urgensi tinggi, mengingat peran pertanian dalam menjaga kecukupan pangan bagi 273 juta penduduk Indonesia untuk masa sekarang dan masa depan.
Mengacu pada prediksi FAO, pada tahun 2050 peningkatan jumlah penduduk dunia hingga mencapai 9,6 miliar. Kondisi tersebut mengharuskan produksi pertanian meningkat sebesar 70% agar dapat mencukupi kebutuhan dan terhindar dari krisis pangan.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan bahwa saat ini semakin banyak pertanian berbasis Smart Farming yang memudahkan petani dalam budidaya. Hal itu sekaligus bisa mendorong generasi milenial mau terjun ke dunia pertanian. “Saya percaya ini merupakan sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. Mekanisasi harus terus dimajukan agar produktivitas pertanian bisa meningkat, mengurangi biaya produksi, menekan losses dan mampu meningkatkan pendapatan petani,” ujarnya.
Sejalan dengan ungkapan mentan SYL, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan, pertanian modern dengan teknologi Smart Farming merupakan sistem yang terdapat keterkaitan erat antar-subsistem, mulai dari hulu hingga hilir, yang didukung oleh tenaga kerja dan lembaga pendukung unggulan.
“Pertanian kita saat ini sudah bergeser dari pola tradisional ke pola modern yang ditandai dengan penggunaan mekanisasi dan inovasi teknologi,” papar Dedi.
Untuk itu, BPPSDMP melalui BBPP Kupang mengadakan pelatihan Smart Farming bagi petani milenial di wilayah READSI (Rural Empowerment and Agricultural Development Scaling-up Initiative). Sasaran peserta pelatihan berasal dari Kabupaten Kupang dan Belu. Pelatihan dilaksanakan selama 7 hari efektif (20-26 April 2022).
“Tujuan dari pelatihan ini adalah meningkatkan kapasitas petani sasaran READSI dan penyerapan akses KUR bagi pengembangan Smart Farming,” jelas Dedi. Fasilitator yang memberikan materi khusus terkait perakitan modul sensor berasal dari Widyaiswara BPP Lampung. Yang membedakan materi perakitan modul sensor ini mengusung konsep mudah, murah dan high technology sehingga bisa diakses oleh petani.
Dan petani tidak perlu khawatir jika sewaktu-waktu modul sensor yang dibuat mengalami kerusakan, karena alat yang digunakan dapat dengan mudah dibeli di marketplace. Konsep ini merupakan hasil inovasi dari Kepala Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Lampung, sehingga Smart Farming ini bisa dengan mudah dirasakan kebermanfaatannya di tingkat petani.
Dijumpai di tempat terpisah, Kepala Pusat Pelatihan Pertanian BPPSDMP Kementan, Leli Nuryati menjelaskan, hasil capaian pelatihan adalah peserta tidak hanya kompeten dalam merakit modul sensor, bahkan peserta pun diharapkan bisa langsung mengakses KUR, untuk selanjutnya diberikan pendampingan dalam pengelolaan dana KUR bagi peningkatan usahataninya.
Dalam kesempatan ini, Country Director, Head of the South East Asia and Pacific Hub International Fund for Agricultural Development (IFAD), Ivan Cossio juga mengucapkan terima kasih atas program yang telah terjalin ini. Ia berharap para peserta dapat mengikuti secara seksama, sehingga mampu mengimplementasikan dalam pertanian mereka nantinya. “Sehingga, akan memberikan nilai tambah kepada petani dan mendorong peningkatan produktivitas pertanian di wilayah READSI,” ujar Ivan.
Smart Farming merupakan konsep manajemen pertanian yang menggunakan teknologi modern untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Menggunakan teknologi pemindaian tanah, manajemen data, akses GPS serta teknologi internet of things.
Keberadaan Soil and Weather Sensor (sensor tanah dan cuaca) yang terpasang di lahan pertanian, juga akan membantu petani dalam memantau kondisi tanaman. Data yang dapat diperoleh dari sensor ini di antaranya seperti kelembaban udara dan tanah, suhu, pH tanah, kadar air, hingga estimasi masa panen.
Penerapan metode Smart Farming 4.0 bisa jadi solusi bagi berbagai permasalahan di sektor pertanian Indonesia. Masa depan pertanian Indonesia adalah pertanian yang cerdas berbasis teknologi.(*)