SIMEULUE – Inovatif! Kesan itu sangat terasa di Bimtek Homestay Desa Wisata, Simeulue, Aceh, Selasa (9/7). Tim Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar, Tim Percepatan Homestay, Tim Percepatan Wisata Perdesaan dan Perkotaan, sampai 40 stakeholder pariwisata di Simeulue, semua satu visi. Semua sama-sama ingin meng-upgrade knowledge homestay desa wisata.
Bupati Simeulue, Eril Hasim mengatakan, potensi pariwisata pulau Simeulue sangat besar. Akan tetapi promosi pariwisatanya masih terbatas.
“Fasilitas pariwisata juga belum memadai. Transportasi publik pun belum tercukupi. Membuat pulau Simeulue belum banyak dikunjungi wisatawan. Sehingga dampak ke masyarakat sekitar akan manfaat pariwisata sangat belum terasa,” tuturnya
Eril Hasim menilai keberadaan homestay sangat diperlukan untuk mendukung akomodasi destinasi wisata. Homestay dinilai sebagai langkah nyata. Serta mampu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat.
Menurut Kadisparbud Simeulue, Abdul Karim, Pengembangan homestay dan Desa Wisata merupakan program prioritas kementerian pariwisata. Khususnya untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara dan pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata.
“Melalui Bimtek Homestay Desa Wisata. Simeulue, akan mampu mendongkrak sektor pariwisata. Untuk para peserta silakan ambil ilmu yang sebanyak-banyaknya dari narasumber yang kompeten di bidang homestay dan Desa Wisata,” tuturnya.
Ketua Tim Percepatan Wisata Perdesaan dan Perkotaan Vitria Ariani, menjelaskan alasan mengapa homestay harus dibangun di desa wisata.
“Yang pertama, kami ingin memberikan experience kepada wisatawan. Saat menginap di homestay, wisatawan kami ajak berbaur dengan masyarakat setempat. Ini menjadi pengalaman yang istimewa. Tidak bisa ditemukan di negara atau daerah asalnya,” tuturnya.
Tidak hanya homestay, kuliner juga bisa jadi experience sendiri. Dari mulai komposisi bumbu, lama menanak, besaran api, alat masak, sampai derajad kematangan, semua bisa dilakukan bersama masyarakat lokal.
“Ada keintiman yang tercipta. Makanan asli bisa disajikan ibu-ibu rumah tangga, atau para pemilik rumah,” timpalnya
Lantas siapa mesin penggeraknya? Yang membuat “lokomotif kereta” pariwisata Simeulue bergerak maju? “Salah satunya kelompok sadar wisata. Ini diperlukan agar pelancong semakin berminat menginap di homestay. Sosialisasi pendampingan kelompok ini juga kami infokan di bimtek. Ini untuk memberi pemahaman tentang menjaga kebersihan, kuliner, serta kerajinan. Paham dan bangga sama potensi daerah,” ungkapnya.
Ria mengatakan kelompok sadar wisata akan melengkapi komponen penunjang wisata saat wisatawan menginap di homestay. Ada penutur cerita, pemandu wisata. Jadi homestay itu titik akomodasi, tamu datang bukan cuma menginap.
Wisatawan yang menginap pun bisa ikut dalam aktivitas kehidupan warga desa setempat. menambahkan bahwa kelompok sadar wisata pun akan menunjang aktivitas pelancong.
“Jadi tamu harus menemukan potensi asli daerah, bisa sambil treking dan makanan lokal,” tuturnya
Sedangkan menurut Wakil Ketua II Pengembangan Homestay Desa Wisata Sharifa Aulia. Pada fisik homestay, sangat disarankan agar homestay menjaga identitas daerah masing-masing sebagai daya tarik pariwisata yang unik dan berkearifan lokal.
“Potensi homestay di Simeulue sangat besar mengingat kemajuan wisata surfing dan baharinya. Dengan terus bertambahnya kunjungan, maka bertambah pula kebutuhan amenitas di Simeulue. Homestay dapat bersaing sebagai alternatif untuk losmen maupun resort dengan mempromosikan budaya dan pengalaman lokal yang tidak dimiliki penginapan lain,” tuturnya.
Deputi Pengembangan Destinasi Kemenpar, Dadang Rizki Ratman, mengeluarkan tone yang sama. Baginya, message yang dijadikan panduan di bimtek Simeulue juga boleh dikonsumsi publik. Boleh dijadikan benchmark atau referensi.
“Silakan diadopsi. Harus menggunakan cara apa? Bagaimana? Kapan? Mengapa harus menggunakan cara itu? Dimulai kapan dan dari mana? Silakan adopsi. Tapi tetap gunakan kearifan lokal,” tuturnya.
Asdep Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar Lokot Ahmad Enda. Ikut mem-break down dari sisi amenitas.Dia ikut menyentuh kapasitas akomodasi.
“Yang jadi pertanyaan, mungkinkah dalam waktu cepat menambah hotel? Jawabannya pasti tidak mungkin. Maka Bimtek di Simeulue inilah terobosan cerdas untuk menemukan bahwa titik temu proyeksi dan opportunitynya,” jelasnya.
Menurut Kasubid Pengembangan Destinasi Area I Kemenpar, Andhy Marpaung, konsep yang dikembangkan harus low-cost tourism (LCT). Melalui konsep LCT ini, Kemenpar ingin menjadikan pariwisata sebagai sebuah basic needs. Untuk itu harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Caranya, kita harus menciptakan attraction, access, dan accomodation (3A) yang terjangkau dengan memanfaatkan kelebihan kapasitas (excess capacity) yang ada,” ungkapnya
Menpar Arief Yahya langsung acungkan jempol. Akan suksesnya Bimtek Homestay Desa Wisata.
“hasil yang luar biasa hanya bisa diperoleh dengan cara yang tidak biasa. Terobosan yang bisa kita lakukan adalah dengan membangun homestay. Karena skalanya kecil, membangun homestay akan lebih mudah dan lebih fleksibel dibandingkan membangun hotel. Pembangunan homestay juga bisa tersebar di berbagai destinasi wisata di seluruh pelosok Tanah Air karena nantinya homestay tersebut akan dimiliki oleh masyarakat di sekitar destinasi wisata,” ujar mantan Dirut Telkom itu. (*)