Desa Wisata Pentingsari, Pertahankan Kearifan Lokal dan Berkelanjutan

oleh -1,673 views

Yogyakarta – Sebagai salah satu desa wisata di Yogyakarta, Pentingsari terus bergeliat menuju kemajuan. Berbagai prestasi pun sukses diraih. Antara lain Juara II Festival Desa Wisata Kabupaten Sleman tahun 2018, untuk Kategori Desa Wisata Mandiri. Kemudian Best Practise Tourism Ethics (UNWTO) 2011, ISTA 2017 (Green Bronze Benefit Economi Katagori), dan Green Destination Award Netherland Nomination 2019.

Desa Pentingsari terletak di lereng Gunung Merapi, sekitar 22,5 km dari pusat kota. Mengangkat tema ‘Desa Ramah Lingkungan, Kebudayaan dan Pertanian’, Pentingsari menawarkan kegiatan wisata pengalaman dalam bentuk pembelajaran dan interaksi. Khususnya tentang alam, lingkungan, pertanian, perkebunan, kewirausahaan, kehidupan sosial-budaya, dan berbagai seni tradisional. Serta kearifan lokal yang masih sangat mengakar di masyarakat.

Pembangunan Desa Wisata Pentingsari dimulai pada tahun 1990-an. Saat itu, desa ini masih berupa dusun miskin di antara desa-desa di lereng Gunung Merapi. Dengan tingkat ekonomi dan pendapatan yang relatif rendah, serta kehidupan warga desa yang masih sederhana. Kondisi geografis desa ini cukup terpencil, karena akses ke daerah sekitar cukup sulit. Namun begitu, tanahnya sangat subur.

Penggagas Desa Wisata Pentingsari, Doto Yogantoro mengatakan, tahun 2008 warga mulai membangun mimpi dengan langkah kecil. Dengan harapan dapat menambah nilai kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Dengan berbagai keterbatasan, pengembangan Desa Wisata Pentingsari terus dilakukan agar bergerak maju.

“Saat itu, tidak ada sarana dan prasarana yang memadai sebagai penunjang pariwisata. Hanya ada 5 homestay, ladang darurat sebagai tenda dan ikatan. Pemandu kegiatan dan atraksi belum percaya diri karena mereka tidak memiliki kemampuan dan identitas. Jumlah tamu yang berkunjung pun belum mencapai 1.000 orang,” ujarnya, Senin (15/7).

Tahun 2009, Pentingsari mulai menerima bantuan dari berbagai pihak yang menyediakan program untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur kamp. Seperti memperbaiki ruang, kamar mandi, tempat parkir, dan meningkatkan akses ke pintu masuk yang ada. Dengan program ini, para tamu yang berkunjung mulai meningkat secara signifikan dan mencapai 5.000 orang dengan penghasilan yang besar.

Setahun kemudian, program dan bantuan digunakan untuk memfasilitasi pelatihan SDM, memandu seragam, menambah fasilitas seni, kuliner dan suvenir. Dengan Program Pariwisata PNPM Mandiri, mampu mempercepat upaya untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur desa wisata.

“Tahun 2010, sudah ada 30 homestay, berbagai atraksi pertanian, seni dan layanan budaya, serta kuliner yang mulai terorganisir dengan baik. Jumlah tamu sudah lebih dari 9.000 orang, dari target 10.000 orang,” kata Doto.

Menurutnya, pengembangan Desa Wisata Pentingsari bukan tanpa hambatan. Desa ini sempat porak-poranda saat terjadi letusan Gunung Merapi pada Oktober 2010. Dibutuhkan lebih dari 6 bulan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan wisatawan bahwa desa wisata akan dapat berkembang kembali.

Beruntung, banyak kelompok masyarakat mengambil peran aktif dalam kegiatan desa wisata. Hasilnya, tingkat kunjungan wisatawan meningkat tajam. Tahun 2011 mencapai 20.000 orang, dan tahun 2012 mencapai 25.000 orang.

Tahun 2014, Desa Wisata Pentingsari mampu memberdayakan lebih dari 70% masyarakat, dengan berbagai kelompok yang terlibat. Seperti homestay 55 unit/ 140 kamar, atraksi seni dan budaya 25 orang, dan pemandu wisata 30 orang. Kemudian penyedia kuliner lokal 60 orang, industri rumah tangga 20 orang, warung kelontong 6 unit, dan staf keamanan 30 orang.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat juga mengenal program CSR. Bekerja sama dengan Bakti BCA dan bantuan dari universitas melalui LPPM untuk fasilitas dan infrastruktur desa. Termasuk pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan ekonomi masyarakat yang produktif.

“Dalam 10 tahun terakhir, banyak pencapaian yang telah terwujud. Antara lain memberi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan penghasilan tambahan, dan meningkatkan perekonomian tanpa meninggalkan desa. Dapat mencegah arus urbanisasi untuk generasi muda, memberdayakan kelompok-kelompok perempuan dan menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi produktif,” bebernya.

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Pedesaan dan Perkotaan Kemenpar Vitria Ariani menjelaskan, konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan empat prinsip. Yaitu layak secara ekonomi (economically feasible), berwawasan lingkungan (environmentally feasible), dapat diterima secara sosial (socially accepable), dan dapat diterapkan secara teknologi (technologically appropriate).

Prinsip Economically Feasible dilaksanakan secara efesien untuk dapat memberikan nilai manfaat ekonomi yang berarti. Baik bagi pembangunan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prinsip Environmentally Feasible dilakukan dengan menjaga kelestarian lingkungan, alam maupun budaya.

“Untuk Prinsip Socially Accepable dilaksanakan agar memperhatikan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Sementara Prinsip Technologically Appropriate dilaksanakan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal dan dapat diadopsi oleh masyarakat secara mudah,” urainya.

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani menyatakan, Secara sederhana pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diintegrasikan dalam tiga sasaran utama. Yaitu kualitas sumber daya lingkungan (alam dan budaya), kualitas hidup masyarakat setempat (sosial ekonomi), serta kualitas pengalaman berwisata (wisatawan).

“Harus diingat pula, pemberdayaan masyarakat atau komunitas lokal merupakan paradigma yang sangat penting. Khususnya dalam kerangka pengembangan dan atau pengelolaan budaya dan pariwisata,” terangnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, dalam pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan komunitas lokal, masyarakat adalah pihak yang ikut berperan. Baik sebagai subyek maupun obyek.

“Masyarakat menjadi pelaku kegiatan wisata yang memiliki pengalaman turun menurun. Baik dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, budaya, maupun aktifitas ekonomi. Sehingga harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengelola secara berkelanjutan, karena menyangkut kepentingan hidup masyarakat setempat,” tandasnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.