SIMALUNGUN – Potensi Desa Wisata Danau Toba Bagian Utara ditegaskan melalui warna budaya khas Batak. Tarian Tor Tor disajikan eksotis dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Wisata Danau Toba Bagian Utara Kemenparekraf/Baparekraf, Kamis (27/8). Lokasinya berada di Hotel Inna Parapat, Girsang Sipangan Bolon, Simalungun, Sumatera Utara.
Suasana hangat tersaji dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Wisata Danau Toba Bagian Utara Kemenparekraf/Baparekraf. Sebanyak 60 peserta hadir memenuhi undangan. Latar belakangnya adalah pelaku pengelola desa wisata. Selain Simalungun, mereka datang dari Samosir, Karo, dan Dairi. Pertemuan juga membagikan inspirasi melalui 3 narasumbernya, selain warna seni budaya eksotis khas Simalungun.
“Perhatian Kemenparekraf/Baparekraf pada destinasi Danau Toba secara umum sangat positif. Untuk itu, kami tentu akan memberikan dukungan penuh. Bagaimanapun, potensi Danau Toba sangat beragam dan luar biasa. Selain alam, warna budayanya sangat indah dan khas. Tiap daerah bahkan memiliki ciri khasnya,” ungkap Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Simalungun Anson Napitupulu.
Menawarkan sisi eksotis budaya khas Batak, tari Tor Tor Horbo Paung dan Tor Tor Tolu Sahundulan Simangulun pun disajikan. Dibawakan Sanggar Dolok Sipiak, Tor Tor Horbo Paung menjadi representasi kehormatan seseorang. Dia selalu memegang teguh etika, moral, hingga taat terhadap aturan hukum. Dalam implementasinya, mereka ini selalu membatasi diri dan waspada meniti lorong hidup. Tujuannya, agar selamat dari berbagai godaan hidup.
Pada masa lampau, godaan tersebut dilambangkan melalui Pardalan Ni Horbo Sisapang Naualu. Yaitu, seekor kerbau dengan bentang tanduk panjang. Adapun lorong hidup yang sempit digambarkan sebagai Balubu atau Bahal. Balubu sejatinya jalan setapak kerbau dari/menuju perkampungan. Namun, kadang perjalanan kerbau terhalang oleh beragam rintangan.
“Berbicara desa wisata sangatlah menarik, apalagi potensinya besar di kawasan Danau Toba. Posisinya sangat strategis karena menjadi bagian dari pertukaran budaya. Wisatawan bisa menikmati budaya khas masyarakat Danau Toba. Tarian, alunan musik, dan kehidupan masyarakatnya sangat eksotis. Penuh makna dan filosofi,” terang Direktur Pengembangan Destinasi Regional I ,Oni Yulfian.
Menggenapi inspirasinya, Tari Tor Tor Tolu Sahundulan Simalungun ditampilkan eksotis. Tor Tor Tolu Sahundulan menjadi bentuk representasi Dalihan Natolu. Dalihan Natolu jadi dasar hidup masyarakat Batak. Oni menambahkan, beragam potensi desa wisata termasuk warna seni budayanya akan disupport. Sebab, potensi tersebut berpeluang menambah masa tinggal wisatawan di destinasi wisata.
“Desa wisata dengan budaya masyarakatnya selalu memberi pilihan lain yang menarik bagi wisatawan. Sebab, selalu ada sisi lain yang menginspirasi. Bila terus dikembangkan, semua potensi akan menaikan daya tawar destinasi kepada wisatawan. Lebih lanjut, masa tinggal wisatawan di destinasi tentu akan semakin panjang. Mereka juga akan kembali di lain waktu,” lanjut Oni lagi.
Selain tarian dengan beragam filosofinya, Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Wisata Danau Toba Bagian Utara juga mengenalkan busana khas masyarakat Batak. Menggunakan acuan kostum penari Tor Tor Horbo Paung dan Tolu Sahundulan Simangulun, destinasi wisata Danau Toba zonasi Utara memiliki potensi ekonomi kreatif yang besar melalui Ulosnya.
Para penari Tor Tor tersebut mengenakan Ulos Bintang Maratur yang berbentuk selendang. Selendang Ulos tersebut dikenakan melintang. Ada juga kain Ulos Ragi Hotang yang menjadi busana bawahnya. Ulos Ragi Hotang merupakan terusan bagi baju kebaya. Untuk kepala menggunakan hiasan Sortali yang berbentuk ikat kepala lengkap dengan detail motifnya yang unik.
“Rapat Koordinasi Pengembangan Desa Wisata Danau Toba Bagian Utara banyak inspirasinya. Ada transformasi pengetahuan yang membangun, selain membranding sisi unik budayanya. Kami tentu akan memberikan dukungan penuh terhadap berbagai upaya pengembangan desa wisata, termasuk budaya di dalamnya,” tutup Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Hari Santosa Sungkari. (*)